PEKANBARU , FAKTA PEKANBARU - Seperti yang dijelaskan didalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, dan Permendagri Nomor 19 tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah (BMD). Maka Kepala Daerah dalam hal ini Gubernur, Walikota, Bupati ditunjuk sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan BMD.
"Hanya saja, sebagian besar aset Pemerintah Daerah tersebut berpotensi menjadi tindak pidana kejahatan yang dilakukan oleh oknum Pejabat Daerah itu sendiri," ujar Pengamat Hukum Tata Negara, Dr. Miswar Pasai, M.H kepada fakta pekanbaru.
Karena itulah, dikatakan Miswar, berpijak pada Perwako Pekanbaru nomor 77 Tahun 2018 tentang Tata Cara Sewa BMD berupa Tanah dan atau Bangunan. Dan juga Perda Kota Pekanbaru nomor 3 tahun 2019 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah (BMD). Maka, dugaan kerugian Negara tersebut patut diduga terjadi pada kontribusi penggunaan tanah PT Dalena dalam bentuk Bangun Guna Serah (BGS) pasar wisata pasar bawah sejak dari tahun 2002 s/d 2022 (20 tahun-red). Yang mana, kontrak pengelolaan pasar bawah sebelum tertanggal 16 Mei 2022 lalu, tepatnya sebelum dilelang dan dikerjasamakan ke PT AA bangunan Pasar Wisata tersebut patut diduga belum diserahkan dan belum tercatat kedalam inventaris barang milik Pemko Pekanbaru.
"Patut diduga mulai dari pembukuan, inventarisasi dan pelaporan serta kajian dan Berita Acara Serah Terima (BAST) nya belum ada. Lantas, bagaimana bisa penghitungan besaran kontribusi dan bagi hasil dilakukan. Jadi, mustahil uang sewa para pedagang pasar bawah itu disetorkan ke Kas Daerah. Lantas, siapa yang menerima setoran Servis Charge mulai 17 Maret 2022 hingga Maret 2023 lalu dari para pedagang di Pasar Bawah tersebut pasca kontrak pola KSP antara Pemko Pekanbaru dengan PT Dalena berakhir ? Nahh, kalau sudah begini apakah Negara tidak dirugikan atas dugaan kelalaian ini, siapa yang mesti bertanggungjawab. Apakah Kadisperindag Pekanbaru saat itu," selidik Miswar.
Selain itu, Miswar menambahkan, mestinya seluruh proses penyerahan BMD tersebut, mulai dari laporan data mutakhirnya secara rinci, yang meliputi volume atau jumlah fisik, spesifikasi, kondisi baik, rusak ringan, rusak berat yang didokumentasikan kedalam Buku Induk Inventaris (BII) Barang Daerah kota Pekanbaru. Terakhir, harus ada juga hasil audit dari Inspektorat yang saat itu dijabat oleh Syamsuir.
"Nahh, kalau semua proses tersebut belum dijalani maka tentu saja sangat bertentangan dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Alias, tidak ada dasar hukumnya. Apalagi, ada isu yang beredar yang menyebutkan bahwa ada oknum pengelola pasar bawah Pekanbaru itu telah menyetorkan uang sebesar Rp. 2 miliar ke oknum Pejabat. Karena itulah, saya minta Kejaksaan dan Kepolisian untuk melakukan penyelidikan, klarifikasi, penyidikan terhadap oknum-oknum yang patut diduga telah melakukan penyimpangan dan Gratifikasi sehingga merugikan Negara tersebut," pungkas Miswar.
Dugaan Penyimpangan
Berdasarkan informasi yang berhasil dihimpun Media ini dari berbagai sumber, dapat diketahui banyaknya dugaan penyimpangan dalam hal pengelolaan Pasar Wisata tersebut.
Diantaranya, bentuk kerjasama antara Pemko Pekanbaru dengan PT Ali Akbar Sejahtera (AAS) patut diduga Illegal, dikarenakan adanya Surat Berita Acara Inspektorat Jenderal Kementrian Dalam Negeri yang berisi tentang pembatalan lelang Kerja sama Pemanfaatan (KSP) karena melanggar prosedur lelang, yakni tidak adanya peserta lelang yang lulus persyaratan kualifikasi.
Namun begitu, pihak Pemko Pekanbaru, melalui mantan Kadisperindag Pekanbaru saat itu, Ingot Hutasuhut yang kini menjabat sebagai Asisten II Setdako Pekanbaru
mengatakan pada Wartawan, bahwa PT AAS tetap sebagai pemenang lelang KSP selama 30 tahun ke depan. Yang mana, saat pelelangan itu diikuti 3 (tiga) perusahaan. Yaitu, PT Ali Akbar Sejahtera dengan nilai penawaran sebesar Rp. 91,4 miliar lebih. Kedua, PT Devario Multi Karya dan Ketiga, PT Total Bangunan Sejahtera.
Selain itu, kontrak penyewa kios seharusnya habis tahun 2023 namun dirubah pengelola menjadi tahun 2022 secara sepihak oleh PT Dalena. Lalu, para pedagang yang sudah lama menyewa kios tiba-tiba lapaknya sudah dijual ke pihak lain yang namanya tidak pernah terdaftar sebelumnya tanpa pemberitahuan.
Lahan parkir pun telah berubah menjadi lapak, Mushola menjadi kios, Kantor pengelola yang berada di Lt 1 dan Lt 2 itu pun sudah menjadi kios, begitu juga Lt basemen yang seharusnya diperuntukan buat parkir, ternyata telah berubah menjadi lapak-lapak. Eskalator dari Lt 2 ke Lt 3 pun dalam kondisi rusak, Keramik lantai dan gypsum hancur, Alat Pemadam Api Ringan (Apar) pun tidak berfungsi sama sekali. Padahal, perawatan dan pemeliharaan aset pasar wisata pasar bawah harus terpelihara dengan baik karena didalam pembayaran maintenance fee atau cash fee tersebut ada uang operasional yang harus di keluarkan pengelola untuk kebaikan pasar itu.
Tidak sampai disitu saja, bahkan hasil parkir dari tiket parkir pun patut diduga tidak masuk Kas Daerah. Kemudian, sebelum berakhir masa kontrak kerjasama dengan PT Dalena pada 16 Mei 2022 lalu tersebut, mantan Kadisperindag Pekanbaru, Ingot patut diduga telah membuat kerjasama dengan sebutan kerjasama pengelolaan sementara terhitung 17 Mei 2022 lalu.
Sehingga, memunculkan pertanyaan yakni siapa yang melakukan pengelolaan pasar ? Apa dasar hukumnya sehingga masih ada oknum yang melakukan pungutan uang toko/lapak dengan istilah Servis Charge ? Lantas, kepada siapa disetorkan pungutan uang tersebut ?
Diperparah lagi, dengan adanya isu yang beredar dikalangan ASN Pemko Pekanbaru yang menyebutkan, bahwa mantan Pejabat Pemko Pekanbaru tersebut patut diduga menerima "Upeti" sebesar Rp. 2 miliar dari oknum pengelola. Makanya, pada setiap rapat pembahasan tentang pasar bawah bersama OPD Pekanbaru, mereka berdua patut diduga selalu membela dan berpihak pada oknum pengelola.
Karena itulah, demi terwujudnya supremasi hukum di Pekanbaru ini, maka Kepolisian dan Kejaksaan harus dapat bijaksana untuk bertindak dalam mengusut tuntas apapun bentuk dugaan penyimpangan yang terjadi diatas tersebut.
Dan juga harus menangkap oknum-oknum Pejabat yang patut diduga melakukan korupsi dan menerima Servis Charge pasca berakhirnya kontrak PT Dalena pada 16 Mei 2022 lalu tersebut. Jika tidak, bagaimana mungkin penyakit korupsi di Pemko Pekanbaru ini bisa dihentikan.
Pihak terkait dalam hal ini, Mantan Kadisperindag Pekanbaru, Ingot Ahmad Hutusuhut yang ingin dikonfirmasi Media ini belum berhasil dijumpai.