Mempertanyakan Fungsi Kontrol Anggota Dewan

Selasa, 11 Maret 2025 | 12:56:37 WIB
Pengamat Hukum Tata Negara, Dr. Miswar Pasai, MH

Oleh : Pengamat Hukum Tata Negara, Dr. Miswar Pasai, M.H 

Kadang-kadang terasa aneh, kadang-kadang kita seperti tidak dipercaya dan kadang-kadang seperti bermimpi di siang bolong melihat kenyataan dan mendengarkan opini yang berkembang tentang tingkah-polah oknum anggota Dewan, yang notabene Wakil Rakyat itu. 
Kendatipun demikian, anggota Dewan yang mestinya melakukan fungsi tugas kontrol terhadap pelaksanaan pembangunan, bugetting (keuangan) dan membuat Undang-Undang (Peraturan Daerah) untuk DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota, tetapi justru diluar kontrol dalam melaksanakan tugas-tugasnya.
 

Dari kenyataan yang ada, tiga fungsi anggota Dewan tersebut belum dilaksanakan secarama maksimal. Bahkan, kadang-kadang ada yang melanggar rambu-rambu, baik Tatatertib DPRD sendiri, maupun melanggar fungsi, dan tugasnya sebagai anggota Legislatif.

Ketentuan dan peraturan yang mengatur tentang anggota DPRD tersebut, tidak hanya setakat Tatatertib DPRD saja, tetapi juga diatur di dalam UU Susduk, DPR, DPD, dan DPRD, Peraturan Pemerintah (PP). Ketentuan dan peraturan tersebut, terlihat cukup jelas dan terang dengan berbagai konsekwensi, sanksi moral maupun sanksi hukum. Nemun demikian, terkadang sanksi tersebut sering diabaikan.

 Misalnya saja menyangkut tentang, anggota Dewan tak boleh menjadi “Kontraktor”, baik langusung maupun tidak langsung, semua itu dilanggar tanpa ragu-ragu. Bukan mereka tidak tahu bahwa mereka melakukan pelanggaran, tetapi anehnya, pihak Aparat Penegak Hukum dan pihak-pihak yang berwenang untuk mengawasi ketida-becusan anggota Dewan tersebut, diam dan tak berkutik.

Ketika anggota Dewan tidak becus memperbaiki dirinya ke dalam, bagaiaman mungkin  mereka akan melakukan kontrol terhadap Eksekutif dan Yudikatif. Mereka tidak akan mampu mengontrol Eksekutif dan Yudikatif, sementara mereka sendiri “bergelimang” dengan pelanggaran-pelanggaran yang sulit untuk dimanfaatkan. Karena sama-sama kotor, akhirnya yang terjadi adalah, saling melakukan kesalahan dan tidak melakukan kontrol terhadap kesalahan tersebut.

Artinya, fungsi kontrol yang diberikan UU No. 32 Tahun 2004 dengan mulianya, ternyata dikotori oleh anggota Dewan sendiri. Dalam kondisi seperti itu, tak mungkin anggota Dewan dapat berbuat apa-apa. Kendatipun untuk melakukan kontrol terhadap anggota Dewan sudah ada badan khusus yang dibuat yaitu, Badan  Kehormatan DPRD, tetapi juga tidak bisa berbuat apa-apa. 
                                 
Fungsi Kontrol
Kekuatan Anggota Dewan sebenarnya berada pada fungsi, tugas dan wewenang yang mereka milik. Tugas yang terpenting Anggota Dewan adalah, tugas atau fungsi kontrol terhadap Pemerintah, Legislasi (membuat Perda), dan Buggeting (Anggaran). Jika tugas dan fungsi tersebut tidak dilaksanakan, maka belum lengkaplah anggota dewan disebut sebagai Wakil Rakyat. Jika salah satunya kurang, maka Anggota Dewan hampir sama dengan masyarakat kebanyakan.

Dengan kata lain, kekuatan fungsi dan tugas tersebut merupakan salah satu bentuk kuatan untuk membangun masyarakat dari berbagai aspek pembangunan, baik fisik maupun mental. Kendatipun tugas dan fungsi anggota dewan yang begitu jelas, tetapi dalam aplikasinya terkadang dikaburkan oleh Anggota Dewan itu sendiri. Sehingga, pada tingkat aplikasinya, mereka tidak melakukan tiga tugas dan fungsi yang penting tersebut.

Kadang-kadang, justru mereka diduga terlibat dalam hal bekerjasama yang baik dengan Pemerintah Daerah dalam “Membagi-Bagi Kue Pembangunan” untuk kepentingan pribadi, kelompok dan lain sebagainya. Pada saat pengusulan APBD setiap tahunnya, maka oknum-oknym tersebut, baik langsung atau tidak bisa saja menyelipkan atau memasukkan atau mengusulkan program untuk mendapatkan dana dari APBD.

Selain itu, masih banyak indikasi atau kemungkinan yang dilakukan oknum Anggota Dewan, misalnya menjadi “Kontraktor Bayangan”. Hal ini bisa terjadi, karena ada, adik, keluarga dan temannya yang menjadi Kontraktor, bisa memanfaatkan jabatanya di Dewan untuk mendapatkan proyek.

Pendek kata, ketika Anggota Dewan sudah menjadi “Kontraktor Bayangan”, apa dan siapa lagi yang harus dikontrol dalam pelaksanaan proyek Pemerintah Daerah tersebut ? Sebab, mereka merupakan bagian dari lingkaran yang bermain dalam urusan Eksekutif, terutama yang berkaitan dengan proyek. Kalau boleh dikatakan, oknum Anggota Dewan yang demikian pasti tidak mendapat tempat bagi pihak yang memahami fungsi dan tugasnya menjadi Anggota Dewan. Sebab, menjadi Anggota Dewan, bukan pekerjaan yang gampang dan ringan. Menjadi Anggota Dewan, adalah mewakili masyarakat. Jika perbuatan yang kita lakukan menyalahi dari ketentuan dan aspirasi masyarakat, bagaimana mungkin kita bisa meminta maaf kepada masyarakat yang ikut memilih saat pemilu legislatif yang lalu ?

 Sebuah pertanyaan yang seharusnya mengetuk dan mengutuk perbuatan hati yang tidak benar. Sebuah pertanyaan yang harus menjadi renungan dan  dihindari untuk waktu ke depan.

Jika kita berasumsi bahwa Anggota Dewan tidak menjalankan fungsi dan tugasnya sebagai Anggota Dewan dengan baik sebagaimana ditetapkan UU, maka sudah saatnya pula masing-masing Anggota Dewan melakukan oto kritik (mengkritik diri sendiri/kritik ke dalam) sehingga hal-hal yang melanggar ketentuan undang-undang dan peraturan lainnya, agar tidak berlangung secara terus-menerus. Jika hal tersebut terjadi, maka eksistensi Anggota Dewan, tidak akan berarti dan tidak bernilai di tengah masyarakat.

Boleh jadi, Anggota Dewan akan menajdi cemoohan masyarakat. Boleh jadi Anggota Dewan, dianggap sebagai manusia yang tidak memiliki rasa malu dan tidak memilik perasaan. Betapa tidak, janji-janji kampanye yang dikumandangkan indah dan meyakinkan hanya tinggal jadi janji dusta yang tiada artinya. Janji-janji kampanye hanyalah sebagai tipuan terhadap masyarakat yang tidak memahami siapa itu calon wakilnya. 

Karena itu, tidak saatnya lagi kita membohongi dan mendustai masyarakat. Karena itu, tidak zamannya lagi Anggota Dewan bermanis-manis mulut, tetapi harus mewujudkan fungsi dan tugasnya dalam bentuk nyata. Jika Anggota Dewan memiliki fungsi penting tersebut dia atas, maka harus melakukan kontrol terhadap kebobrokan yang dilakukan eksekutif, jangan ikut bermain sehingga kondisinya bertambah menjadi kotor dan semakin bobrok.

Lemahnya kontrol Anggota Dewan baik, eksternal maupun internah membuktikan kepada masyarakat banyak bahwa, oknum Anggota Dewan, belum bekerja untuk kepentingan masyarakat, tetapi masih bekerja untuk kepentingan pribadi, keluarga dan untuk kepentingan kelompok dan golongan lainnya.

Sebagai Anggota Dewan, mereka mesti memiliki senjata untuk melakukan tugas dan fungsinya dalam melakukan kontrol terhadap berbagai aspek dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Karena itu, Anggota Dewan sudah saatnya mempergunakan hatinurani  dalam melawan setiap kejahatan yang terjadi di Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif.

Karena, jika malah semakin banyaknya masalah yang timbul di Lembaga Legislatif, Eksekutif, dan Yudikatif, maka sudah sepantasnya kita mempertanyakan fungsi Dewan dalam menyikapi berbagai kasus yang terjadi di tengah masyarakat, baik bidang sosial, budaya, hukum maupun kasus Kolusi Korupsi den Nepotisme (KKN) lainnya. ***  
           
          

Terkini